Sabtu pagi, 4 Januari 2014, saya membuka lemari
hendak mengambil dompet karena mau membeli sesuatu. Rutinitas membuka lemari
untuk mengambil dompet adalah sesuatu yang sangat biasa dan membosankan, bahkan
tak jarang saya melakukannya tanpa konsentrasi. Tapi, ternyata pagi itu
benar-benar nggak biasa. Dompet… dompet… lho kok dompetnya nggak ada? Saya
ubek-ubek seisi lemari, nggak ketemu juga itu dompet. Saya cari di saku jeans
yang semalam saya pakai. Juga nggak ketemu. Dompet saya hilang! Nyokap pun
marah-marah karena kecerobohan saya. Gimana bisa sih dompet sendiri ilang? Nyokap juga mengungkit kebiasaan saya yang sering sembarangan menaruh dompet di atas mesin cuci, tv, dan tempat mencolok lainnya yang memungkinkan untuk terlihat oleh sepasang mata maling.
Awalnya
saya yakin kalau dompet saya paling juga nyelip di mana, gitu. Jatuh ke kolong tempat tidur misalnya, atau ngumpet di balik lemari. Malah saya curiga jangan-jangan dompet saya dipindahin sama si Siti (nama gaulnya tikus). Intinya masih
ada di dalam rumah, deh. Tapi setelah beberapa jam mencari dompet tanpa hasil,
saya pun percaya kalau… dompet itu terjatuh di jalan di malam sebelumnya, saat
saya pulang kerja.
Yang terakhir saya ingat, dompet itu nggak
mungkin ketinggalan di kantor, karena sepulang dari kantor saya masih
menyempatkan diri mengisi bensin di Pertamina Mampang VIII. Setelah itu, saya
nggak ingat lagi. Mungkin dompet nggak saya masukkan dengan benar, sehingga
mungkin tergelincir keluar dari saku pada saat saya mengendarai motor menuju
rumah.
Mengetahui kenyataan “pahit” itu, bahwa dompet
saya resmi hilang, saya terpaksa mendatangi Polsek terdekat untuk melaporkan
dompet saya yang hilang. Setelah menjalani pemeriksaan, saya pun menerima Surat
Tanda Penerimaan Laporan Barang dan Surat-Surat dari Pak Polisi. Surat itu
nantinya akan saya bawa untuk mengurus penggantian KTP & STNK, pemblokiran ATM, dll.
Pulang ke rumah saya melanjutkan revisi
skenario FTV yang belum selesai, dan deadline jatuh pada Minggu pagi. Semalaman
itu saya berusaha konsentrasi mengerjakan tugas itu, tanpa memusingkan masalah
dompet yang hilang. Bahkan masih sempat-sempatnya update status di Twitter melalui
akun saya @rahmadianovel: “Andhika ceroboooh :’(“ yang langsung dibalas oleh dua sahabat dengan kepedulian dan kekepoan, hihihi: @k_anggara dan @call_momo . Bahkan @k_anggara mendoakan semoga saya bisa mendapatkan yang lebih baik, yang tentu saja saya aminkan.
Saya
berusaha ikhlas, semua toh sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur, bubur sudah menjadi kuah. Nggak perlu panik, menyesal atau
menyalahkan diri sendiri. Kejadian dompet hilang pasti sudah pernah dialami
oleh banyak orang, saya hanya berusaha menyelesaikan masalah ini dengan baik.
Toh, di balik masalah ini akan ada hikmah yang bisa saya petik, misalnya
bagaimana agar saya lebih berhati-hati lagi di kemudian hari dalam menjaga
barang-barang saya. Saya menganggap ini adalah tantangan kecil yang harus
dihadapi, apakah saya bisa fokus menulis di tengah rasa pusing yang terkadang
melanda karena dompet hilang. Dan juga, teguran kecil dari Tuhan, supaya saya nggak
ceroboh terus-terusan.
Ketika deadline sudah saya tunaikan pada hari
Minggu pagi, saya pun tidur untuk mengistirahatkan badan sekaligus pikiran.
Hari Senin telah menanti di mana saya harus mendatangi kantor Kelurahan untuk
mengurus KTP, lalu ke bank untuk melaporkan ATM yang hilang, disusul kemudian
ke kantor tempat saya mengkredit motor untuk melaporkan STNK yang hilang juga.
Izinlah saya ke atasan kalau hari Senin saya nggak bisa ngantor. Seharian itu
proses yang harus dijalani lumayan ribet dan bikin pusing. Malah, saya
diharuskan untuk cek fisik kendaraan segala di Samsat, pada hari Rabu.
Hadeuh....
Senin yang memusingkan itu berlalu pada sore
hari. Saya santai di rumah sambil membaca novel, dan mencicil menulis novel
teenlit yang sedang saya usahakan untuk segera rampung.
Tadi pagi saya berangkat ke kantor dengan
pikiran yang agak terganggu dengan dompet saya yang hilang itu. Padahal saya
sudah berusaha mengikhlaskan. Tapi, yang menjadi penyebab kesebalan di dalam
diri saya adalah bahwa saya kudu berurusan dengan birokrasi. Nyokap nggak
henti-hentinya menasehati agar lain kali saya nggak ceroboh, bla... bla... bla...
Saya mengiyakan saja dengan manut, dalam hati merasa malu dengan kecerobohan
ini.
Berangkatlah saya ke kantor sambil mendengarkan
musik di perjalanan. Daaan… setibanya saya di kantor dalam keadaan hampa kayak orang
kebanyakan utang, saya menerima sms dari nyokap: “Alhamdulillah, dompet kamu
ada yang ngirim lewat pos!!!”
Hampir nggak percaya saya membacanya. Si
pengirim dompet yang berhati malaikat itu nggak mencantumkan namanya, karena
dikirim atas nama perusahaan yang beralamat di Jl. M.I Ridwan Rais, Gambir,
yaitu PT. ROTO ROOTER PERKASA. Siapa pun yang mengirim dompet itu, saya doakan
semoga Tuhan membalas kebaikannya. Kalo dia jomblo, lekas carikan jodoh untuknya
Tuhan....
Alhamdulillah... Emejing banget dompet yang sudah
saya relakan kepergiannya, ternyata balik lagi ke dalam kehidupan saya (jiaaah,
lebay :p). Gue yakin nyokap di rumah juga pasti lagi jejingkrakan, hahahaha....
Terima kasih Tuhaaan... Hari ini saya happyyyyy....
:*
NB: Dompet ini adalah kenang-kenangan dari
salah seorang sahabat saya, Naminist Popy. Nami, dompet dari kamu nggak jadi
ilang, hehehe. :)
Selasa, 7 Januari 2014
18:00 WIB
Posted by Unknown in Diary Dhika
Pages
Powered by Blogger.
wah, salut banget sama orang yang nemuin dompet kak Dika tuh. :D
ReplyDeleteBaru tahu kalo seorang kak Dika itu ceroboh. #aissshhhh
Sebetulnya nggak ceroboh-ceroboh amat sih, Lia. Hehehe
ReplyDeleteSekarang dompetnya udah hilang lagi diambil Tracy Whitney ya?
ReplyDelete